BANDUNG, KOMPAS.com — Amerika Serikat baru menyadari
bahwa negerinya bermasalah dengan perdagangan manusia sejak 2000-an. Kesadaran
tersebut mulai mengemuka setelah munculnya kasus perbudakan tahun 1700-an.
"Amerika Serikat baru memiliki undang-undang mengenai
perdagangan manusia pada tahun 2000," kata Terry M Kinney, penuntut
umum federal dari Amerika Serikat yang hadir di Universitas Padjadjaran,
Bandung, Jawa Barat, untuk berbagi ilmu dengan mahasiswa Fakultas Hukum, Selasa
(29/11/2011).
Kinney mengemukakan, perdagangan manusia menjadi masalah
serius karena imbasnya bisa kepada dunia prostitusi, prostitusi anak, buruh
ilegal, pengemis, hingga pembantu rumah tangga.
Beberapa kejahatan yang timbul dari perdagangan manusia
adalah kejahatan domestik, prostitusi, pemerasan, pencucian uang, pelanggaran
pajak, pemalsuan izin tinggal, kekerasan, pelanggaran keimigrasian, ancaman
kekerasan, hingga pengiriman narkotika. Akan tetapi, kata Kinney, pangkal
masalah dari perdagangan manusia adalah korupsi.
"Perdagangan manusia bisa terjadi karena petugas yang
korup, hakim yang korup, hingga pejabat di semua lini. Perdagangan manusia
takkan mungkin terjadi tanpa ada korupsi," ungkapnya.
Salah satu kasus perdagangan manusia yang pernah ditangani
Kinney dengan tersangka Alex Mishulovich pada tahun 1995. Mishulovich membujuk
enam gadis muda dari Latvia dengan janji bekerja sebagai pelayan di sebuah klub
di Chicago dengan bayaran 60.000 dollar AS (sekitar Rp 550 juta) setiap tahun.
Kinney membantah mitos bahwa perdagangan manusia hanya
menimpa orang berpendidikan rendah karena korbannya ternyata ada yang seorang
pengusaha yang tergiur untuk hidup sejahtera di AS.
Sesampainya di AS, impian enam gadis muda itu buyar.
Mishulovich menyita paspor mereka dan memaksa agar menuruti kemauannya. Bila
tidak, para gadis akan diserahkan dengan ancaman pelanggaran visa. Keluarga
mereka juga diancam untuk disakiti.
Di klub tersebut, para gadis diminta bekerja sebagai penari
telanjang hingga pekerja seks komersial. Sempat ada yang kabur, tetapi kemudian
tertangkap kembali dan dihajar di depan gadis lainnya.
Sewaktu Mishulovich tertangkap, Kinney pun kesulitan
menyadarkan pihak pengadilan yang masih belum memercayai bahwa perbudakan masih
ada. Pandangan tersebut akhirnya diakui setelah didapatkan bukti bahwa
Mishulovich berencana untuk menjual gadis yang sudah ditipunya dengan harga
10.000 dollar AS (sekitar Rp 91 juta) per orang.
Opini:
Untuk
opini/pendapat pada contoh kasus ini, menurut saya, apakah di Indonesia sendiri
sudah memiliki undang-undang mengenai perdagangan manusia ? Jika belum ada,
seperti yang dikatakan oleh Tn. Kinney bahwa "perdagangan manusia menjadi
masalah serius karena imbasnya bisa kepada dunia prostitusi, prostitusi anak,
buruh ilegal, pengemis, hingga pembantu rumah tangga.", maka dari itu
Indonesia harus segera membuat undang-undang mengenai perdagangan manusia agar
tidak terjadi perdagangan manusia di Negara kita ini.
Dan jika
sudah ada, pemerintah harus bisa menegakkan keadilan bagi para pelaku
perdagangan manusia, di hukum sesuai dengan undang-undang tersebut, dan bahkan
menurut saya langsung saja di hukum mati agar bisa mengurangi populasi manusia
yang kejam seperti itu.