Pages

Selasa, 25 Desember 2012

Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat



TUBAN (jurnalberita.com) –Sindiran kata-kata ‘orang miskin dilarang sekolah dan orang miskin dilarang sakit’ ternyata ada kalanya betul. Di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang ini, membuat anak jalanan makin bertambah banyak. Hal tersebut terlihat jelas di tempat-tempat keramaian Kota Tuban, tepatnya di alun-alun dan terminal wisata Tuban Jalan AKBP Suroko.

Hal tersebut sangat tidak wajar, ketika Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban berdiri megah dengan 3 lantai yang full AC, namun kontradiksi dengan pemandangan di depan dan sebelah barat. Di mana terdapat banyak kaum Rombongan Muka Susah (Romusa) yang berkeliaran membutuhkan uluran tangan kaum-kaum elit.

Melihat ketimpangan sosial yang sangat tidak wajar tersebut, membuat mantan aktivis Perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Nunuk Fauziyah terketuk hatinya untuk membuat Taman Belajar atau yang sering disebut ‘sekolah anak jalanan’ yang dilakukan dalam seminggu sekali bertempat di Alun-alun Tuban.

“Kegiatan seperti ini, sudah kami lakukan sejak tahun 2011 lalu bersama teman-teman yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban,” ujar Nunuk Fauziyah saat ditemui jurnalberita.com di sela-sela kegiatan sosialnya itu, Minggu (17/6/12) sore.

Memang tidak semua pelajaran yang ada di sekolah diajarkan oleh Nunuk dan kawan-kawannya, namun Nunuk dan kawan-kawannya lebih memfokuskan kepada apa yang menjadi kebutuhan anak di zaman yang serba modern ini. Seperti belajar bagaimana mengoperasikan komputer, Bahasa Inggris, dan yang lebih fokus diajarkan Nunuk dan kawan-kawannya adalah belajar membaca, agar nantinya, meskipun mereka hidup di jalanan namun tidak buta huruf. Sehingga di manapun mereka berada bisa membaca, meskipun itu hanya sesobek koran yang tidak terpakai.

Perempuan kelahiran Lamongan 10 Juni tersebut, membuat kegiatan belajar itu tidak hanya untuk anak jalanan dan pengamen yang memang itu tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, tapi sampai anak putus sekolah pun ikut bergabung dalam kegiatan belajar itu.

Pasalnya, kebanyakan anak yang putus sekolah ini adalah anak yang di sekolahnya terdapat kesenjangan sekolah antara anak orang miskin dan anak orang kaya. “Saya tidak punya teman kalau di sekolah dan terkadang sering dihina oleh teman-teman saya yang anaknya orang kaya. Kalau di sini saya lebih nyaman,” ujar salah satu murid Sekolah Anak Jalanan, saat ditanyai alasan putus sekolah oleh jurnalberita.com.

Nunuk Fauziyah juga menambahkan, bahwa salah satu penyebab anak putus sekolah itu dikarenakan di sekolahnya mereka selalu terkucilkan oleh teman-teman. Sehingga mereka tidak betah dan lebih memilih menjadi pengemis di jalanan.

“Sebenarnya anak-anak ini sangat berpotensi semua, dan sangat mempunyai kemauan keras. Namun mereka kurang perhatian dari Pemerintah dan arahan oleh orang tua juga,” tambah Nunuk Fauziyah yang juga Ketua KPR itu.

Saat dikonfirmasi lebih detail mengenahi dana kegiatan tersebut, Nunuk mengatakan bahwa semua dana yang mereka keluarkan itu murni dana dari iuran temen-teman KPR. “Dana ini murni dari iuran sahabat-sahabat yang peduli dengan keadaan nasib anak jalanan,” jelasnya.

Nunuk berharap, Pemerintah lebih peka terhadap rakyat-rakyat yang masih membutuhkan uluran tangan untuk mengenyam pendidikan yang layak, daripada selalu memperbaiki gedung Pemkab yang sebenarnya masih layak. Masih banyak orang-orang yang membutuhkan uluran tangan di sekeliling megahnya Gedung Putih itu (sebutan gedung Pemkab Tuban, red).

Pendapat saya tentang contoh kasus diatas, kesenjangan sosial masih banyak terjadi di kota maupun di daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan kurangnya upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah yang dipimpinnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang kekurangan semakin tersiksa.

Faktor lain adalah pelaku KKN yang terdapat di dalam tubuh pemerintahan. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas untuk mensejahterakan masyarakat diselewengkan oleh oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab, sehingga masyarakat yang kekurangan akan terus kekurangan dan masyarakat yang kaya akan semakin kaya, seperti dalam ungkapannya.

Pemuda dan Sosialisasi



TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 500 lebih pemuda berprestasi menghadiri acara Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia (KPPI) tema "Indonesia Aku Bangga" di Flores Room, Hotel Borobudur, pada 6 November 2012.

Dalam kongres yang dibuka Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh ini, Cholil Mahmud, personelband indie Efek Rumah Kaca, menjadi salah seorang pemuda berprestasi.

Selain itu, ada Nancy Margried Panjaitan yang menciptakan motif batik dari peranti lunak komputer. Karyanya diberi nama Batik Fractal. Fractal salah satu cabang ilmu matematika, yang berfokus pada pengulangan, dimensi, literasi, dan pecahan. Bersama dua temannya, Yun Hariadi dan Muhamad Lukman, mereka meriset 300 motif batik Indonesia. Mereka juga dibantu programmer peranti lunak, JBatik.

Pada 2007, hasil riset mereka, "Batik Fractal, from Traditional Art to Modern Complexity”, lolos seleksi presentasi ajang Committee of 10th Generative Art International Conference in Politecnico, Milan, Italia.

Pada 2009, Batik Fractal dibuat bisnis dengan nama usaha Piksel Indonesia. Lewat Batik Fractal, Nancy juga pernah meraih Indonesia Information Communication Technology (ICT) Award 2008, Asia Pacific ICT Award 2008, dan Award of Excellence 2008 dari UNESCO.

Cicilia Maharani dari Yogyakarta, perempuan yang peduli pemuda, pada 2011 menerima International Spotlight Award dari The National Arts and Humanities Youth Program Award di Gedung Putih, Amerika Serikat. Direktur Yayasan Kampung Halaman ini memberi inspirasi anak muda untuk menceritakan kisah mereka sendiri melalui seni dan media.

Dhyatmika, 21 tahun, asal Jakarta, memenangkan kompetisi tahunan Democracy Video Challenge (DVC) 2010 di Amerika Serikat. Lewat film berjudul Democracy is yet to Learn (Masih Belajar Demokrasi), berdurasi 2 menit 10 detik, ia mengalahkan 700 kontestan lain dalam kompetisi video pendek tentang demokrasi, yang diadakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Film itu diputar di forum PBB dan disaksikan puluhan duta besar dan perwakilan khusus negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Juga ada Maria Magdalena, yang meneliti etnis Lio di Ende, Flores, NTT, yang menjadi pembicara di berbagai forum linguistik nasional dan internasional (Belanda, Australia); M. Alif Fauzi, pencipta situs u-antri.com; empat mahasiswa ITS Surabaya yang mengembangkan gamelan totoel(alat musik yang berkembang di Jawa, Madura, Bali, dan Lombok) sehingga aplikasinya bisa dimainkan melalui telepon pintar Android; serta anak-anak SMKN 4 Bandung dengan karya animasi yang dilirik Malaysia dan Jepang.

Acara yang digelar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini berlangsung dari 6 November sampai 9 November 2012. Ketua KPPI Marcella Zalianty mengatakan, peserta terjaring adalah pemuda pilihan dan berprestasi di berbagai bidang. ”Mereka akan berbagi gagasan dan pemikiran karya kreatif tentang pembangunan kebudayaan,” katanya.

Hari ini, acara bertemakan "Nasionalisme Kebangsaan, Karakter dan Multikultur, serta Kreativitas Ekspresi Budaya", menghadirkan moderator, salah satunya, budayawan Radhar Panca Dahana.

Untuk menginspirasi pemuda-pemuda Indonesia, KKPI mengagendakan program nonton bareng film inspiratif, yakni Lewat Djam Malam, premier film Atambua 39 0C ,dan film Batas, yang didahului dengan diskusi dengan pembuat film.

Menurut saya, pemuda-pemuda yang berprestasi ini tidak lepas dari sosialisasi dengan orang lain yang seminat dengan pemuda-pemuda tersebut. Pada saat proses, mereka saling memberi pendapat masing-masing sehingga terjalin komunikasi yang baik diantara mereka. Karena koordinasi yang baik tersebut, pemuda-pemuda itu layak diberi label "berprestasi". Dan pada akhirnya, pemuda-pemuda itu juga pasti mendapat penghargaan atas apa yang mereka lakukan.

Koordinasi yang baik juga tidak lepas dari para pembimbing yang mengarahkan mereka untuk menjadi lebih baik. Di sinilah letak sosialisasi yang dilakukan pemuda-pemuda itu untuk menuju kesuksesan yang mereka inginkan.

Individu, Keluarga dan Masyarakat



TRIBUNNEWS.COM,MEDAN--Sebanyak 35 dari 54 penghuni panti rehabilitasi narkoba milik Kementrian Sosial, di Desa Lau Bakri, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang, kabur Minggu (11/11/2012) kemarin.

Kapolsek Kutalimbaru, AKP Robinson Surbakti mengatakan 35 penghuni panti yang kabur tersebut berontak kepada penjaga. Prenki Nadeak, satu dari pecandu yang berontak, merampas kunci dari penjaga yang bernama Agus Irawan.

"Mereka kabur sekitar pukul 17.30 WIB. Yang kabur hanya 35 orang, 19 orang lagi masih di panti hanya modus," kata Robinson yang dihubungi Tribun melalui selularnya, Minggu.

Ia menyatakan karena jumlah yang banyak, para penjaga tidak bisa menahan mereka yang kabur. Sebelum keluar 35 orang tersebut sempat mengancam penjaga pintu. Robinson menyatakan 35 orang yang kabur itu ingin bebas dari rehabilitasi.

"Mereka ini bukan tahanan tapi mereka adalah orang yang diobati. Ini kan panti bukan sel," ujarnya.

Kapolsek Kutalimbaru yang wilayah hukum masuk Polresta Medan, meski secara administrasi masuk ke Deliserdang, mengatakan penghuni yang kabur tidak melakukan perusakan.

"Tak ada yang dirusak karena panti itu pengawasannya tidak terlalu ketat seperti di sel tahanan, ya mereka kabur begitu saja, karena aktivitasnya cuma penyuluhan soal narkoba dan agama," katanya.

"Kita belum melakukan pengejaran, karena ini bukan tahanan polsek jadi kita belum bentuk tim, kita masih selidiki ini dan kumpulkan bukti di lapangan," ujarnya.

Sebelumnya tahanan Polsek Medan Area dan Medan Timur kabur dari sel di masing-masing mapolsek. Sebanyak 13 tahanan Polsekta Medan Area kabur dari selnya, 20 Oktober. Sembilan hari kemudian, giliran 12 tahanan Polsek Medan Timur kabur 29 Oktober 2012.

Pendapat saya tentang contoh kasus diatas adalah para penghuni panti rehabilitasi yang kabur karena mereka tidak bisa lepas dari yang namanya narkoba. Efek dari narkoba sendiri pasti menuju ke arah negatif. Saat rehabilitasi juga mereka seperti tersugesti untuk kabur karena merasa terkekang seperti di dalam penjara, padahal sebetulnya tidak.

Biasanya, para pecandu narkoba adalah orang-orang yang berada dan masih cukup muda, beberapa faktor seperti broken home, atau tidak terlalu dipedulikan oleh orang tuanya membuat mereka merasa sendiri dan mencoba sesuatu yang baru. Yang pada akhirnya, para pecandu berusaha keras untuk mendapatkan barang haram tersebut dengan cara apapun sehingga dapat merugikan keluarga (mencuri uang orang tua) dan yang lebih luas lagi, pasti akan merugikan masyarakat (Menjambret, Copet dll).

Warga Negara dan Negara

TRIBUNNEWS.COM, GORONTALO - Selasa (30/10/2012) pagi gedung Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo didatangi ratusan warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Anti Korupsi.

Pantauan Tribun Gorontalo (Tribun Network), kedatangan mereka, Selasa (30/10/2012) sekitar pukul 10.00 Wita berunjuk rasa mengenai pemberantasan yang dilakukan oleh aparat penegakan hukum, Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo.

Isu demonstrasi yang dituntut mengenai penuntasan dugaan korupsi Dana Bantaun Sosial, Dana Palang Merah Indonesia, Dana Hot Spot, Pungutan Liar Penerimaan CPNS di Kota Gorontalo.

"Kesemuanya melibatkan oknum-oknum pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kota Gorontalo," tegas seorang orator pengunjuk rasa.

Menurut saya, kejadian demo dengan mengatasnamakan anti korupsi sudah banyak terjadi dan sering terjadi di Indonesia. Yang terjadi di Gorontalo adalah segelintir kecil dari masyarakat kita yang sudah cukup muak dengan korupsi. Kejadian di Gorontalo tersebut bukan sekedar korupsi, hal ini langsung menuju kolusi karena menurut salah satu orator pendemo di Gorontalo tersebut, oknum-oknum pejabat pemerintah daerah (Pemda) juga ikut terlibat dalam kasus itu. Kasus ini masih tergolong kecil karena hanya melibatkan suatu kota, kasus korupsi dikatakan besar jika sudah 1 negara yang dirugikan.